Thursday 3 December 2015

Tarif PHP Naik, Pengusaha Nilai Dirugikan

Tags

MAKASSAR-- Baru-baru ini Pelaku usaha perikanan dikejutkan dengan aturan baru dari pemerintah yaitu penerbitan kebijakan baru tentang kenaikan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) terhadap kapal penangkapan ikan dan/atau kapal pendukung operasi penangkapan ikan hingga 10 kali lipat.

PHP merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk usaha perikanan tangkap skala besar, PHP naik dari 2,5 persen menjadi 25 persen, usaha skala kecil naik dari 1,5 persen menjadi 5 persen, sedangkan PHP untuk usaha skala menengah ditetapkan sebesar 10 persen.

Pungutan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tarif PHP dihitung dengan mengacu pada produktivitas kapal, harga patokan ikan dan ukuran gros ton (GT) kapal. PHP dibayar setiap tahun dan dipungut di depan.

Menanggapi hal itu, pengusaha perikanan Muh. Alwi dari CV Malawalie, mengatakan, bahwa surat edaran PHP sudah diterima beberapa hari yang lalu. Menurutnya kebijakan yang menaikkan tarif PHP 10 kali lipat akan terasa sangat memberatkan dan menyengsarakan.

"Saya belum banyak tau soal kenaikan PHP ini namun jika dalam aturannya ada kenaikan 10 kali lipat pasti kita kewalahan, apalagi kemarin KKP juga menerbitkan Aturan larangan tangkapan lobster dan kepiting dalam bobot tertentu. Jadi kalo begini kita nantinya merugi dong," tuturnya.

Sebelumnya Kepala Bidang Hukum dan Organisasi Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Muhammad Billahmar, mengemukakan, terdapat aturan tumpang tindih dalam penentuan komponen produktivitas kapal.

Selama ini, penentuan produktivitas kapal setiap tahun telah mencakup komposisi hasil tangkapan ikan dan ukuran kapal. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 60/2010 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan. Akan tetapi, ujar Billahmar, PP No 75/2015 justru memasukkan lagi ukuran kapal sebagai komponen di luar produktivitas yang ikut menentukan tarif.

Penghitungan ganda itu membuat tarif PHP berpotensi kian melonjak. "Rumus penghitungan tarif PHP ini sudah gila. Jika ini dipaksakan, pengusaha dalam negeri akan kolaps," katanya.

Dicontohkan, satu kapal tuna long line ukuran 84 GT (skala besar) selama ini membayar PHP sebesar Rp 15 juta per tahun. Dengan kenaikan tarif 10 kali lipat, PHP menjadi Rp 150 juta per tahun. Namun, jika kenaikan tarif ikut memasukkan komponen ukuran kapal, tarif PHP menjadi Rp 12,6 miliar per tahun.

Hal senada dikemukakan Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo. Pihaknya menuntut pemerintah mengubah ketentuan PHP yang dinilai tidak transparan dan mematikan pelaku usaha.

Setiap tahun, pelaku usaha perikanan tangkap dibebani tiga pungutan, yakni PHP, retribusi daerah untuk ikan yang didaratkan 5 persen dari hasil lelang ikan, serta pajak bumi bangunan (PBB) perikanan tangkap.

Sementara itu menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Narmoko Prasmadji, penentuan kenaikan tarif sudah final. Namun, ketentuan PHP akan diubah sehingga dibayarkan di belakang. Tetap ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk membayar uang jaminan (bank guarantee) sesuai kuota tangkapan ikan, sedangkan sisanya dibayar setelah diperoleh hasil tangkapan.

"Jika pelaku usaha merasa tarif pungutan itu terlalu besar, tidak perlu meminta kuota tangkap ikan yang besar karena ongkos akan lebih mahal," katanya.


EmoticonEmoticon