JAKARTA -- Keberhasilan Indonesia dalam memberantas pencurian ikan (ilegal fishing) bukan hanya membawa efek bagi pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan Indonesia semata. Melainkan juga bagi negara tetangga. Seperti Thailand misalnya dampaknya sangat besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor perikanan.
Dilansir dari kkp.go.id, data dari National Economic and Social Dev Board (NESDB) Thailand mengungkapkan kontribusi sektor perikanan terhadap Gross domestic product (GDP) Thailand mengalami penurunan drastis. Kontribusinya rata-rata sektor perikanan terhadap GDP Thailand sekitar 1,6 %, sedangkan di Q3-2015 kontribusinya justru minus 3,1%.
Pada tahun 2013 sampai dengan Q2-2014, industri perikanan Thailand menurun, baru mulai membaik dari pertengahan Q3 – pertengahan Q4. Namun semenjak pertengahan Q4-2014 industri perikanan Thailand terus menurun hingga saat ini. Di Q4-2014 inilah, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mulai memberlakukan pemberantasan kapal illegal fishing dan moratorium bekas kapal asing.
Hal ini menunjukkan ketergantungan perikanan Thailand dengan pasokan ikan dari Indonesia.Tidak dapat dipungkiri, selama setahun terakhir pemberantasan illegal fishing, sejumlah kapal berbendera Thailand berhasil ditangkap saat mengambil ikan di perairan Indonesia.
Selain itu, kesuksesan pemberantasan illegal fishing tidak berakhir sampai di situ. Dilansir dari portal ABC News, di Indonesia saat ini telah tercipta puluhan ribu pekerjaan baru di skala kecil penangkapan ikan tuna sirip kuning yang terlihat di dekat pantai untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Ini merupakan bukti keberhasilan dari tindakan keras terhadap illegal fishing yang dilakukan oleh Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti.
Padahal ketika Susi diangkat sebagai menteri di kabinet kerja Presiden Joko Widodo, banyak komentator yang berpikir dirinya tidak akan bertahan. Namun ternyata itu salah, tindakannya untuk melakukan pengeboman dan penenggelaman kapal penangkap ikansecara ilegal telah membuatnya menjadi menteri paling popular di Indonesia.
Saat di Bali, Susi mengatakan kepada para delegasi dari 40 negara yang terlibat dalam penangkapan ikan di Pasifik yang dalam 3 dekade terakhir dirinya telah menyaksikan perubahan besar. Hal ini sejalan dengan visi Presiden RI untuk membawa kembali kemakmuran Indonesia sebagai negara maritim.
Pada awalnya orang ragu karena tindakan keras yang diberlakukannya justru akan menutup seluruh industri. Tetapi pada akhirnya, hasilnya berbeda, tangkapan tuna lebih banyak, nelayan tradisional kecil juga mulai banyak menangkap ikan. “Kami ingin membangun kembali kekuatan kita sebagai pusat gravitasi aktivitas kelautan di seluruh wilayah.” tegas Susi.
Sementara Asia Nikkei mengulas bahwa selain sebagai kejahatan perikanan, Menteri Susi ingin mendorong Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing sebagai permasalahan global dan bersifat kejahatan transnasional. Salah satu alasan Susi ingin mengecam lebih luas untuk penangkapan pencurian ikan karena kejahatan perikanan ini kerap memfasilitasi pelanggaran lainnya, seperti perdagangan satwa liar, perdagangan senjata, penyelundupan narkoba dan perbudakan.
“Mereka tidak bisa melakukan itu lagi. Saya mendorong penangkapan ikan ilegal menjadi kejahatan transnasional, karena ada terlalu banyak kejahatan lainnya yang berhubungan dengan itu, seperti penyelundupan narkoba,” katanya.
World Wildlife Fund (WWF) dan The Pew Charitable Trusts memperkirakan sebanyak 20% dari keseluruhan ikan yang ditangkap secara global merupakan hasil tangkapan ilegal. Setidaknya kegiatan ini bernilai sekitar 23 miliar dollar AS per tahun dan biaya pemerintah Indonesia sekitar 4 miliar dollar AS.
“Kami telah mengalami kerugian yang luar biasa dari dampak kapal asing. Dalam 10 tahun terakhir, kami kehilangan 800.000 rumah tangga nelayan. 115 eksportir ikan bangkrut selama periode yang sama. Banyak nelayan beralih profesi,” tandas Susi.
EmoticonEmoticon