JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan program pengelolaan wilayah laut berbasis konservasi yang berada di area 0 sampai 4 mil. Hal tersebut diungkapkan Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP, Toni Ruchimat saat konferensi pers di Jakarta, Senin (21/12/15).
“Melihat 0 hingga 4 mil, tidak menutup kemungkinan masih ada daerah untuk penangkapan dan pengelolaan ikan”, terangnya.
Toni menambahkan, dilakukannya pengelolaan ikan di zona 0 hingga 4 mil, dimaksudkan agar sumber daya ikan di kawasan tersebut bisa beregenerasi demi menjamin kelangsungan habitat ikan dan penunjangnya seperti terumbu karang.
“Bukan berarti tidak boleh menangkap. Hanya saja dibatasi, mulai dari kapal yang boleh menangkap hanya di bawah 10 GT (Gross Ton) sampai pembatasan alat tangkapnya karena tujuannya kan perikanan berkelanjutan,” lanjutnya.
Dalam lain kesempatan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Narmoko Prasmadji menambahkan, tahun depan KKP akan mengatur aktivitas penangkapan ikan, baik yang dilakukan oleh nelayan kecil maupun pengusaha ikan dengan kapal besar. Langkah ini dilakukan guna mengimplementasikan sejumlah aturan guna menjaga kelestarian ekosistem laut.
“Berdasarkan angka scientific yang saya dapat, produksi ikan tangkap tahun depan bahkan bisa di atas 8 juta ton. Maka dari itu harus kita optimalkan namun juga patut dikendalikan,” pungkasnya.
Wujudkan Keberlanjutan, Laut 0 – 4 Mil Khusus Nelayan Kecil
KKP dalam kebijakannya terkait pengelolaan perikanan tangkap di perairan 0-4 mil yang dikhususkan untuk nelayan dengan kapal di bawah 10 GT, ini bertujuan untuk mewujudkan keberlanjutan sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia, sesuai dengan salah satu pilar pembangunan KKP untuk mendukung Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Narmoko Prasmadji menuturkan perairan di bawah 4 mil merupakan penyangga dari pengelolaan sumberdaya ikan secara utuh. Wilayah ini merupakan daerah pemijahan, daerah asuh dan daerah sumber makanan bagi ikan kecil dan biota laut yang secara rantai makanan akan menopang ikan-ikan di atas perairan 4 mil.
Selain itu, tambah Narmoko, ikan yang berada di wilayah tepi dan diangkat dengan cara sangat sederhana ini biasanya memiliki harga jual yang mahal. Oleh karena itu, konsesi yang sangat besar tidak diberikan kepada nelayan skala besar untuk menangkap Ikan di wilayah-wilayah tersebut agar tetap terpelihara kelestariannya.
“Nelayan kecil, modalnya sedikit dan menggunakan teknologi yang sederhana sehingga tidak mampu menangkap ikan ke arah yang lebih jauh. Sedangkan nelayan industri mempunyai modal besar dan teknologi yang tinggi pula, jadi silakan untuk memanfaatkan sumber daya ikan ke arah jelajah yang lebih jauh. Bahan baku untuk industri perikanan sudah pasti tersedia, jadi untuk kapal besar tidak perlu lagi mengambil ikan di wilayah 4 mil, biarkanlah wilayah tersebut untuk para nelayan dengan kapal dibawah 10 GT,” pungkasnya.
Lebih lanjut Narmoko menjelaskan, sebagian pemerintah daerah juga telah menetapkan wilayah sejauh 4 mil sebagai wilayah konservasi. Oleh karena itu KKP sangat konsentrasi dengan penangkapan yang ada di wilayah konservasi ini.
“Di bawah 4 mil dan 12 mil ada yang dikuasai pemerintah, atau manajemen pemerintah daerah adalah wilayah konservasi. Jadi, kita harus selalu hindarkan wilayah konservasi dari penangkapan untuk kepentingan industri. Nelayan skala industri (10 GT ke atas) dapat memanfaatkan sumber daya ikan di jalur penangkapan di atas 4 mil “, imbuhnya.
Meskipun demikian, menurut Narmoko kawasan-kawasan konservasi tersebut tidak 100% tertutup sama sekali. Untuk penangkapan ikan masih bisa dilakukan dengan grade yang sangat terbatas dan manajemen yang sangat ketat.
EmoticonEmoticon