MAKASSAR -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Aleansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan menyatakan penolakan tegas kepada perusahaan tambang dan pengerjaan Bendungan PLTA yang dikerjakan oleh PT Seko Power Prima dan PT Seko Power Prada yang memalukan eksploitasi di daerah Seko Luwu Utara Sulawesi Selatan.
Menurut Asmar Exwar Ketua Walhi Sulsel, kegiatan eksploitasi di wilayah seko tersebut akan memberikan ancaman kerusakan lingkungan /ekologi yang akan dirasakan bukan hanya di Kabupaten Luwu Utara melainkan juga di tiga Provinsi lainnya yaitu Sulawesi barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
"Untuk itu kita meminta Pemerintah Daerah Luwu Utara untuk segera mencabut izin pengelolaan tambang di wilayah seko karena akan menjadi ancaman bagi ekosistem di daratan tinggi Tokalekaju dan bencana ekologis di 3 provesi di sulawesi," tuturnya.
Kata Asmar sampai saat ini Pemerintah, Kabupaten Luwu Utara masih terus memaksakan agar perusahaan perusahaan tambang emas dan biji besi yang sudah memiliki izin ekspolarasi bisa beroperasi dengan mendapatkan izin eksploitasi, mengabaikan penolakan tegas dari masyarakat selama ini.
"Berdasarkan data yang ada saat ini terdapat 10 perasaan tambang yang mendapat izin eksplorasi dari Bupati Lutra sejak tahun 2011, di mana 6 diantaranya berlokasi di Kecamatan Seko seluas 121.390,22 hektar," ungkap Asmar
Menurutnya Perusahaan tambang ini akan memberikan pencemaran lingkungan utamanya pencemaran sungai sungai yang berhulu di Seko, padahal kata Asmar, air dari Sungai Seko ini mengalir ke daerah lain dan menjadi sumber air bagi masyarakat untuk keperluan makan, minum, mencuci dan mandi.
Sementara itu Ketua Aliansi Masyarakat adat Nusantara (AMAN) Sardi Razak mengatakan tidak hanya tambang, di wilayah Seko juga saat ini terdapat izin HGU perkebunan (PT Seko Fajar) dan rencananya pembangunan PLTA yang akan di bangun oleh PT seko Power Prima dan PT Seko Power Prada.
Kata Dia, penguasaan wilayah yang masuk konsesi/HGU Perusahaan Tambang dan rencana pembangunan PLTA tersebut secara otomatis akan menghilangkan hak atas wilayah kelola masyarakat Adat Seko yang nota bene sudah mendapat pengakuan dari Pemkab Luwu Utara Melalui SK Bupati.
"Secara sosial budaya ini akan terjadi konflik sosial antara masyarakat karena adanya pro kontra terhadap beberapa beragam investasi tersebut. Hal ini juga akan berdampak pudar nya kearifan adat dan budaya Masyarakat Adat Seko," tandasnya.
Selanjutnya kata Sardi, bendungan PLTA di Amballong akan menghilangkan sawa produktif masyarakat di Sae seluas 25 hektar hingga dikhawatirkan bisa berdampak pada terjadinya krisis pangan.
EmoticonEmoticon