Thursday, 4 February 2016

Ternyata Belanda Belum Akui Kemerdekaan Indonesia

MAKASSAR -- Hingga kini Pemerintah Kerajaan Belanda belum mengakui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Hal tersebut di ungkapkan ketua umum Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Batara R.Hutagalung, di Jumpa Pers, G. Graha Pena Lt.1. Rabu, (3/2/16).

"Belanda masih membuat suatu pengakuan secara de facto tetapi pengakuan de jure belum pernah. Belanda Hanya menyampaikan bahwa penyerahan kedaulatan itu pada tanggal 27 Desember 1949," paparnya.

Batara R.Hutagalung mengatakan perjuangan KUKB ini terkait masalah kedaulatan negara dan martabat bangsa. Dia menjelaskan bahwa pada bulan Agustus Tahun 2005 Menlu Belanda pada waktu itu menyatakan Belanda menerima de fakto kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Menurut Batara Dari pernyataan tersebut tersirat bahwa belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia.
"artinya disini agak aneh bahwa sampai 16 Agustus 2005, NKRI untuk Pemerintah Belanda tidak eksis sama sekali, selama ini Belanda Hanya mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia Serikat (RIS), padahal Ris selama ini sudah dibubarkan," terangnya.

"Ini tentunya membuat terkejut Bangsa Indonesia. Karena masalahnya diakuinya agak aneh Tahun 1947 pada perjanjian Linggar Jati Pemerintah Belanda sudah menerima de fakto, mengapa tahun 2005 de facto lagi," ungkapnya.

Intinya kalau kedua negara mau berhubungan diplomatik maka keduanya harus saling mengakui. "Menjadi pertanyaan kalau yang satu tidak mengakui yang lain. ini yang menjadi disebut hubungan janggal antara Indonesia dengan Kerajaan Belanda. Maka dari itu kalau Belanda tidak mengakui kemerdekan kita secara De jure maka kita minta kepada pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda.

Terkait Pengadilan Belanda yang memenangkan gugatan korban pembantaian di Sulawesi.
Keputusan tersebut mengharuskan pemerintah Belanda menyalurkan kompensasi pada para janda dan keluarga korban pembunuhan massal di era Perang Kemerdekaan, 1945-1949.

Namun menurut Batara, hal itu justru keliru. Dian menyatakan KUKB punya misi yang bukan bertujuan utama mendapatkan kompensasi dari Belanda, melainkan pengakuan Belanda terkait Proklamasi 17 Agustus ’45.

“tuntutan kompensasi dari Pemerintah Belanda terkait Agresi Militer (I dan II), bukan tuntutan utama kami. Kami tak menjadikan tuntutan kompensasi untuk 10-20 orang keluarga korban sebagai tujuan utama, melainkan pengakuan secara de jure Kemerdekaan 17 Agustus 1945,” papar Batara.

“Mereka bersikeras pengakuan kemerdekaan kita (27 Desember) 1949, karena jika mereka mengakui akan dilematis dan fatal buat Belanda. Itu artinya mereka juga mengakui aksi pasukan Belanda jadi penjahat perang,” tambahnya.

Malah menurut Batara lagi, jika pemerintah Belanda membayar kompensasi justru jadi bentuk penghinaan buat Indonesia.

“Kalau kita hanya menuntut dan menerima kompensasi, berarti kita mengakui bahwa kita masih ada di bawah (pemerintahan) mereka sampai 1949.

“Soal kompensasi kita seolah-olah mengemis, buat saya itu memalukan. Semestinya upaya seperti itu dihentikan, karena seperti yang saya katakan, tujuan tuntutan kita adualah pengakuan dari mereka soal 17 Agustus ’45,” pungkasnya.

Disamping itu Batara menyampaikan keritik pedas kepada dunia pendidikan Indonesia terutama dalam mata pelajaran sejarah, menurutnya Sistem pendidikan sejarah merupakan adopsi dari pemikiran Belanda.

"Banyak kemudian buku pelajaran sejarah kita yang disusupi oleh Belanda, salah satunya yaitu pelajaran yang mengatakan belanda pernah menjajah indonesia selama 300 tahun labih, padahal itu sama sekali tidak benar, saya katakan Indonesia tidak pernah di jajah oleh Belanda. Mereka hanya menjajah sebagian kerajaan- kerajaan yang ada di bumi nusantara.
Bagaimana mungkin Negara Belanda yang kecil itu menjajah kita yang besar ini," tandasnya.


EmoticonEmoticon